Harga BBM Naik, Operasional Perusahaan Pelayaran Semakin Sulit
Surabaya – Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) mengkritisi kenaikan harga BBM bersubsidi yang dilakukan pemerintah. Alasannya, karena berdampak pada operasional pelayaran.
Ketua Umum DPP Gapasdap, Khoiri Soetomo dalam keterangannya menjelaskan, bahwa kenaikan harga bahan bakar tanpa adanya penyesuaian tarif dan bantuan dari pemerintah akan membuat operasional perusahaan pelayaran semakin sulit.
Menurutnya, peran angkutan penyeberangan tidak hanya sebagai angkutan umum. Namun juga memiliki peran penting sebagai infrastruktur pengganti jembatan, yang menghubungkan dua jaringan jalan yang terpisah dengan sungai, danau, atau laut.
Menurut Khoiri, wacana kenaikan BBM akan sangat berpengaruh pada operasional pelayaran. Karena di angkutan penyebarangan, kebutuhan bahan bakar sendiri memakan ongkos operasional hingga 30 persen.
Saat ini tarif angkutan penyebrangan yang berlaku saja masih berada di bawah perhitungan harga pokok penjualan (HPP) yang telah dihitung oleh pemerintah. Persentasenya, sebanyak 35,1 persen di bawah HPP. “Saat ini sedang dimintakan kenaikan HPP supaya pengusaha dapat menutup biaya operasional yang ada,” ujar Khoiri.
Dia melanjutkan, jika pemerintah ingin menaikkan harga BBM bersubsidi, dampaknya tidak terlalu besar untuk angkutan penyebarangan. Karena, mayoritas segmen pasar dari angkutan laut, penumpangnya adalah masyarakat kelas bawah yang terbatas daya belinya.
Sementara itu, berdasarkan data yang disampaikan Gapasdap, kuota BBM bersubsidi untuk jenis bahan bakar tertentu (JBT) solar sebanyak 15.100.000 kilo liter. Dari jumlah itu, hanya 1,4 persen saja yang diperuntukan bagi angkutan penyebrangan dan 2,2 persen untuk angkutan laut.
Kata Khoiri, berdasarkan proyeksi, pemakaian tersebut hanya sampai bulan Oktober saja. Pihaknya sudah mengajukan kouta tambahan per bulan, namun masih belum disetujui.
Ketua Gapasdap itu berharap adanya perhatian yang lebih dari pemerintah kepada angkutan penyeberangan. Misalnya penambahan kuota BBM bersubsidi hingga penyesuaian tarif sesuai HPP.
“Sebab saat ini sudah banyak perusahaan pelayaran yang tumbang hingga dijual. Bahkan, ada lima perusahaan yang tidak bisa menggaji karyawanya,” pungkas Khoiri.
Tolak Kenaikan Harga BBM
Jauh sebelum kenaikan, Gapasdap telah menolak kenaikkan harga BBM bersubsidi. Kenaikkan harga BBM bisa membuat seluruh perusahaan di bidang penyeberangan sungai, danau, dan laut berhenti beroperasi. Artinya, kata dia, dengan menaikkan harga BBM bersubsidi sama saja pemerintah membunuh perusahaan penyeberangan secara perlahan.
“Tentu ini (kenaikkan harga BBM bersubsidi) tidak memungkinkan bagi kami untuk tetap bisa beroperasi. Sama dengan angkutan penyeberangan ini dibunuh pelan-pelan oleh pemerintah,” kata Khoiri.
Khoiri berharap, menaikkan harga BBM bersubsidi, agar dikecualikan bagi angkutan umum, utamanya angkutan perairan. Khoiri melanjutkan, tarif angkutan penyeberangan yang berlaku saat ini saja masih berada jauh di bawah perhitungan Harga Pokok Penjualan (HPP) yang telah dihitung pemerintah. Tarif yang diterapkan saat ini, kata dia, 35,1 persen di bawah HPP yang dihutung pemerintah.
“Saat ini sedang dimintakan kenaikan supaya pengusaha dapat menutup biaya operasional yang ada. Bahkan jika tarif dinaikkan pun, jika BBM bersubsidi tetap naik, tetap tidak bisa menutup biaya operasional,” ujarnya.
Khoiri juga mengeluhkan sikap pemerintah yang lebih menganakemaskan angkutan udara ketimbang angkutan laut. Dimana saat ini angkutan udara dibebaskan dari biaya PNBP, biaya takeoff dan landing, serta biaya airport. Sedangkan bagi angkutan penyeberangan yang tarifnya sudah sangat rendah, biaya-biaya yang ada tidak ditanggung pemerintah.
“Seharusnya kami juga minta dibenaskan dari PNBP, dari biaya sandar, dari biaya pelabuhan, dan sebagainya. Apalagi angkutan perairan ini kan tidak tergantikan di negara kepulauan,” ujarnya. (gus)