INSA Minta Pemerintah Sesuaikan Tarif Pelayaran
Aktivitas kapal di pelabuhan. (Foto: Laman DPP INSA)
Surabaya – Pemerintah telah menaikkan beberapa jenis bahan bakar minyak (BBM), Sabtu (3/9/2022). Kenaikan harga BBM terjadi pada jenis Pertalite dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000 per liter, sedangkan harga Solar subsidi naik dari Rp5.150 per liter menjadi Rp6.800 per liter. Sementara Pertamax naik dari Rp12.500 menjadi Rp14.500 per liter.
Kenaikan harga BBM akan berdampak terhadap sektor angkutan transportasi, seperti pelayaran baik secara langsung maupun tidak langsung.
Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowners’ Association (INSA), Carmelita Hartoto mengatakan, kenaikan harga BBM sudah bisa dipastikan berdampak langsung terhadap pelayaran angkutan penumpang, mengingat untuk sektor pelayaran penumpang menggunakan BBM subsidi.
“Sudah pasti beban operasional bagi angkutan pelayaran penumpang semakin berat seiring kenaikan harga BBM,” tegasnya.
Menurut dia, pelayaran sektor angkutan penumpang yang melayani jarak dekat, selama ini tarif angkutannya ditentukan Pemerintah.
Untuk itu, Carmelita berharap, Pemerintah bisa segera melakukan penyesuian tarif untuk pelayaran penumpang jarak dekat.
“Idealnya saat ada kenaikan BBM, maka langsung ada penyesuaian tarif untuk angkutan penumpang jarak pendek secepatnya karena beban kenaikan BBM cukup besar,” ujarnya.
Dalam struktur biaya operasional, bahan bakar menyumbang 40 persen-50 persen terhadap total biaya operasional pelayaran. Sedangkan untuk pelayaran penumpang jarak jauh, dimintanya, para operator pelayaran melihat potensi dan mekanisme pasar yang berlaku di tiap lokasi pelayaran.
“Agar tetap kompetitif namun juga harus mengutamakan keselamatan penumpang,” imbuhnya. Pada pelayaran penumpang jarak jauh diharapkan mereka bisa tetap memberikan layanan terbaik, dan tetap mengutamakan faktor keselamatan.
Untuk kenaikan harga BBM non subsidi yang selalu fluktuatif seperti yang dipublikasikan Pertamina setiap 15 hari, sambung Carmelita, maka pelaku usaha menerapkan fuel surcharge. Selain terhadap pelayaran, dampak kenaikan BBM ini juga ditambahkannya, akan berdampak terhadap kenaikan ongkos trucking dan transportasi dan biaya kepelabuhanan.
“Jadi penyesuaian tarif angkutan karena naiknya BBM, ini tidak hanya pada sektor pelayaran, tapi juga angkutan lainnya,” tutupnya.
Tak Bisa Dihindari
Seperti yang disampaikan, pelaku usaha logistik menyatakan kenaikan biaya logistik nasional tidak bisa dihindari lantaran efek domino bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar yang mengalami kenaikan.
Pasalnya, mayoritas pelaku logistik nasional termasuk operator truk pengangkut barang dan logistik selama ini menggunakan BBM bersubsidi karena tuntutan pasar/konsumen yang tinggi atas biaya logistik yang rendah.
“Kami memahami adanya potensi kenaikan cost logistik terutama yang berhubungan dengan aktivitas truk barang dan logistik akibat kenaikan BBM solar bersubsidi tersebut. Namun berapa persen besaran idealnya kenaikan tarif angkutan barang itu mesti dinegosiasikan secara bersama,” ujar Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi.
Dia menjelaskan, efek langsung terhadap komponen BBM dalam formula hitungan biaya angkutan darat (trucking) merepresentasi 35-40 persen.”Sehingga berapapun koefisien kenaikan BBM akan berdampak besar,” ucap Yukki.
Sedangkan efek tidak langsungnya, imbuhnya, yang berkaitan dengan biaya lain seperti harga maintenance dan sparepart juga akan terdongkrak naik akibat tidak langsung dari ongkos produksi dan pengiriman spare part kepada pengusaha/pemilik truk.
Yukki mengungkapkan, imbas penaikan harga BBM bersubsidi akan berpotensi menekan kinerja logistik nasional.
“Kinerja logistik akan alami tekanan sangat besar, karena saya sampaikan tadi komponen BBM dalam angkutan darat cukup tinggi. Apalagi, distribusi barang dengan moda trasnportasi darat secara nasional masih didominasi angkutan darat,” ujarnya. (*)