Stop Ekspor Timah, Dibutuhkan Roadmap
Presiden Joko Widodo (Foto : Biro Pers Setpers)
Presiden Joko Widodo (Jokowi) tetap menghentikan ekspor timah Indonesia untuk menuju hilirisasi. Selain timah, Presiden Jokowi juga menghentikan ekspor mineral mentah lainnya seperti tembaga.
Langkah menghentikan ekspor mineral mentah Indonesia dilakukan secara bertahap yang telah dimulai dengan nikel lalu bauksit, menyusul kemudian timah dan tembaga.
“Tadi sudah saya sampaikan, hilirisasi. Jangan sampai kita berpuluh-puluh tahun hanya menjual bahan mentah saja, komoditas mentah saja. Ini stop, tapi satu-satu, enggak barengan dan terus kita paksa,” kata Jokowi dalam sambutannya saat menghadiri United Overseas Bank (UOB) Economic Outlook 2023, di Hotel Indonesia Kempinski di Jakarta, belum lama ini.
“Baru nikel, nanti kita stop lagi timah, kita stop lagi tembaga, kita stop lagi bahan-bahan mentah yang kita ekspor mentah,” tambah Jikowi.
Presiden Jokowi tidak takut melakukan langkah penghentian ekspor mineral mentah (raw material) untuk dikembangkan hilirisasinya.
Presiden memberi contoh kasus penghentian ekspor nikel dua tahun lalu.
“Nikel dulu kita stop, rame. Orang datang ke saya, saya ini kan bisa ketemu dengan siapa saja, saya terbuka. Semua orang menyampaikan, Pak, hati-hati, Pak. Ini nanti ekspor kita bisa anjlok karena Bapak menghentikan nikel,” ujar Jokowi.
Dari kasus stop ekspor nikel yang kemudian dibangun industri hilirnya di tanah air, Indonesia mulai mendapatkan nilai tambah dari sumber daya mineral ini.
Setelah dihentikan ekspor mentahnya dan dikembangkan hilirisasi, pemasukan untuk negara dari nikel tahun 2021 melonjak menjadi Rp306 triliun.
“Begitu kita hentikan, coba cek tahun 2021, 20,9 miliar dolar AS. Meloncat dari 1,1 miliar dolar AS ke 20,9 miliar dolar AS. Dari kira-kira Rp15 triliun melompat ke Rp360 triliun,” tukas Jokowi.
Indonesia menjadi negara yang memiliki cadangan timah terbesar kedua di dunia. Kementerian ESDM mencatat, total cadangan timah dunia saat ini mencapai 4.741.000 Ton logam. Adapun dari jumlah tersebut kontribusi cadangan timah Indonesia mencapai 800 ribu ton atau 17 persen dari cadangan timah dunia.
Sementara, kontribusi cadangan timah China terhadap dunia mencapai 23 persen, Brazil 15 persen, dan Australia 8 persen.
Adapun total ekspor logam timah Indonesia pada tahun 2021 mencapai 74 ribu ton meningkat dari tahun 2020 yang hanya 65 ribu ton. Sementara penyerapan dalam negeri sekitar 5 persen dari produksi logam timah nasional.
Membuat Roadmap
Pjs Wakil Ketua Umum Bidang ESDM Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Carmelita Hartoto menyebutkan, bahwa pengembangan hilirisasi timah membutuhkan waktu sekitar 10 tahun. Sehingga, ia meminta kepada pemerintah untuk membuat roadmap sebelum pelarangan kegiatan ekspor timah berjalan.
“Saat ini kami meminta bantuan dari pemerintah untuk duduk bersama. Ini sesuatu yang mengejutkan pada teman-teman pengusaha timah, sehingga mereka meminta permudah untuk membuat satu roadmap,” ungkap Carmelita, Selasa (27/9).
Selain itu, negara-negara tetangga juga akan tersenyum dengan pelarangan ekspor ini. Pasalnya, negara-negara tetangga tersebut akan menggantikan market share timah Indonesia yang saat ini menguasai dunia.
Sebagai catatan, ekspor terbesar timah Indonesia merupakan ke China. Alhasil, dengan penyetopan ekspor mendadak tentunya akan berurusan dengan China.
“Sebenarnya negara tetangga kita akan tersenyum kalau kita berhentikan atau menyetop ekspor secara tiba-tiba dan tentunya dengan WTO juga akan masalah. Setahu saya WTO gak boleh melanggar larangan ekspor yang tiba-tiba itu yang perlu dipikirkan. Bukan dari Kadin tidak sepakat dengan keputusan Presiden tapi waktunya aja gitu lho,” tandas Carmelita.
Dinilai Tak Tepat
Sekjen Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI), Jabin Sufianto mengatakan, pemerintah diminta hati-hati dan mempertimbangkan banyak hal sebelum memberlakukan kebijakan larangan ekspor dan hilirisasi komoditas timah. Saat ini dinilai bukanlah waktu yang tepat untuk memberlakukan kebijakan tersebut.
“Kalau kondisi makro masi belum berubah. Perang dan juga inflasi tidak teratasi, sebentar lagi atau sekarang saja banyak negara mengalami resesi. Apakah tepat untuk memaksakan investasi yang nilainya signifikan di masa seperti ini?,” Jabin Sufianto, seperti yang dirilis Investor Daily, di Jakarta.
Wacana larangan ekspor timah mengemuka saat Presiden Jokowi mengungkapkannya dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia 2022, Rabu (7/9) lalu. “Tahun ini, stop (ekspor) timah. Tahun depan bauksit, ke depannya lagi, tembaga,” ujar Presiden.
Hal ini dipertegas kembali oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif yang menyebutkan bahwa yang akan dilarang adalah jenis timah di bawah timah Ingot. “Turunannya Ingot, masih ada turunannya lagi,” terang Menteri Arifin di Kantor Kementerian ESDM.
Arifn mengatakan, pelarangan kegiatan ekspor timah akan dijalankan segera. Pelarangan ekspor itu berlaku supaya kegiatan hilirisasi timah bisa berjalan demi keuntungan negara yang lebih besar. Arifin menyebutkan bahwa hilirisasi memang harus dipaksakan supaya Indonesia memiliki nilai tambah lebih dalam ekspor mineral khususnya timah. “Dulu kita apa-apa juga tidak siap. Disuruh jadi siap,” tandasnya.
Dalam dokumen Kajian Dampak Larangan Ekspor Timah Ingot yang dikeluarkan oleh AETI, pelaku usaha mempertanyakan jenis komoditas yang dilarang, apakah bijih timah ataukah logam timah atau ingot. Pasalnya, selama ini timah Indonesia sudah tidak diekspor dalam bentuk bijih (raw material), melainkan dalam bentuk ingot atau timah murni batangan Sn min 99,9 persen dan produk turunan lainnya.
Menurut Jabin, ide hilirisasi jika bisa dicapai akan sangat fantastis. Namun, kata dia, jika kalau melihat belum adanya roadmap yang konkret dan juga waktu yang diberikan sangat singkat yakni tahun ini, kalangan pelaku usaha sangat cemas mengenai keberlangsungan usaha.
“Kami di pertimahan sudah lengkap dan mengekspor barang timah batangan murni 99.9-99.99 persen Sn. Ini sudah produk final yang bisa dicapai untuk kami penambang/ smelter. Apakah kami penambang wajib juga dipaksa untuk buat pabrik solder atau turunan lain nya timah? Terus terang kami tidak ada keahlian di bidang itu,” papar Jabin yang juga Ketua Pokja Hilirisasi Minerba. (*/gus)