Terminal Teluk Lamong : Persaingan Semakin Ketat
Surabaya – Tak dipungkiri, salah satu pelabuhan (terminal kontainer) terdepan di Indonesia saat ini adalah Terminal Teluk Lamong yang dikelola oleh PT Terminal Teluk Lamong (TTL) di Jawa Timur.
Bahkan, anak perusahaan PT Pelindo Terminal Petikemas (bagian dari Pelindo Group) ini disebut-sebut sebagai contoh terminal kontainer (port) masa depan yang bisa ditemukan hari ini.
Perusahaan pengelola pelabuhan yang kini genap berusia 10 tahun ini mampu menghadirkan layanan logistik nan unggul, terintegrasi, modern, dan berbasis teknologi.
“Terminal Teluk Lamong memiliki fundamental yang kuat untuk melakukan transformasi digital. Bahkan, sejak berdiri kami telah menerapkan digitalisasi untuk mendukung kelangsungan proses-proses bisnis di setiap unit kami,” ungkap Direktur Utama TTL, David P. Sirait, saat media tour, Kamis (28/12/2023).
David mengakui, di tengah perkembangan ekonomi global mendatang, persaingan pelayanan jasa kepelabuhanan peti kemas semakin ketat, terutama terhadap pesaing “di tetangga” kita yang sedang membangun pelabuhan petikemas terbesar, yakni konsorsium antara Dubai Port dan PT Maspion Group di Gresik dengan kapasitas 3 juta Teus.
“Ke depan TTL dihadapkan persaingan ketat hadirnya Pelabuhan Maspion. Oleh karena itu, kita harus meningkatkan performance TTL dalam mengantisipasi persaingan dengan pelabuhan lain. Apalagi, TTL memang memiliki visi “menjadi green smart terminal yang terbaik” dan misi “menyediakan fasilitas terminal dan layanan logistik melalui penerapan digitalisasi dan tata kelola yang baik,” ujarnya.
David menyebutkan, di sekitar wilayah pelabuhan Tanjung Perak dan Gresik sudah ada pesaing 3 pelabuhan petikemas, selain Terminal Petikemas Surabaya juga ada Pelabuhan Maspion. Hal ini tidak seperti di Jakarta, sudah ada 8 pelabuhan yang melayanai jasa petikemas.
Tak mengherankan, hingga kini kegiatan operasional di Terminal Teluk Lamong bisa berjalan efektif dan efisien melalui penerapan sistem teknologi informasi dan otomatisasi. Salah satu faktor utama yang menjadi daya saing pelabuhan, kata David, ialah kekuatan teknologinya dan nuansa modernnya yang kuat. Mentransformasi model operasional pelabuhan lama, Terminal Teluk Lamong beroperasi dengan cara berbeda. Terminal ini telah dikelola secara sophisticated, terutama karena proses penanganan peti kemas dan barang-barang di dalamnya semua dikendalikan secara otomatis dan berbasis teknologi robotik.
Mengintegrasikan sistem TI dan model operasi pelabuhan yang terkini, di Terminal Teluk Lamong alat-alat kerja dikendalikan dari control room secara sistem dan robotik. Satu orang operator bisa mengoperasikan tiga alat sekaligus.
Dalam hal ini, manajemen TTL banyak memadukan proses dan teknologi. Untuk proses, sebelumnya pelanggan pelabuhan banyak melakukan transaksi secara manual, baik untuk urusan mencetak invoice maupun layanan lain. Saat ini, di Terminal Teluk Lamong tidak ada yang demikian. Semua proses sudah dilakukan secara digital, baik di core operational maupun pendukung.
Manajemen TTL meyakini, dengan automasi akan menjadi less acident, bahkan zero accident. Dengan automasi, pihaknya bisa mendeteksi secara dini bila ada barang masuk ke yard karena akan langsung ada notifikasi. Terutama, upaya penyelundupan orang memakai kontainer (human traficking), ini bisa dideteksi.
Tantangan
Mengelola bisnis pelabuhan merupakan proses bisnis yang dimulai dari kapal merapat, kemudian peti kemas diangkut keluar untuk ditempatkan di gudang cargo owner atau ke gudang manufaktur. Pada masa lalu, pada tahap pekerjaan bongkar-muat petik kemas sering menimbulkan antrean truk yang panjang. Truk-truk antre berjajar menunggu giliran berjam-jam untuk diberi muatan.
Nah, cara seperti itu di Terminal Teluk Lamong juga sudah bisa disolusi dengan teknologi conveyor dan storage yang diatur menggunakan sistem. Sehingga, tak perlu ada antrean truk panjang.
TTL banyak mengembangkan aplikasi, baik untuk operasional internal maupun untuk layanan pelanggan. Untuk yang internal, semua sudah serba paperless dengan adanya berbagai aplikasi yang dibuat.
Untuk pelayanan ke pelanggan sudah disediakan model Pelayanan Tanpa Atap. Sementara perusahaan lainnya mengusung pusat pelayanan satu atap, di TTL dikembangkan Pelayanan Tanpa Atap. Artinya, semua layanan bisa diakses jarak jauh (remote), bisa lewat website, aplikasi, kanal digital, tidak lagi di bawah atap. Pelanggan bisa akses dari mana saja. Misalnya, untuk tracking kontainer dan cek tarif.
Menurut David, sejauh ini proses yang paling menantang dari transformasi adalah dari aspek people. Sebab itu, pihaknya selalu menekankan bahwa perubahan itu untuk kebutuhan bersama, bukan hanya demi satu-dua pejabat atau divisi tertentu.
Yang juga tak kalah menantang, pekerjaan pemilihan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Tak mengherankan, pihaknya selalu menerapkan post implementation review secara reguler sebagai upaya monitoring dan evaluasi atas efektivitas teknologi yang sudah dipasang.
Yang pasti, ke depan TTL akan terus berupaya menjaga competitive advantage-nya dengan kekuatan teknologi digital. Sehingga, bisa meningkatkan kinerja operasional dan memberikan kepuasan maksimal ke pelanggan.
Target 2024
Dalam keterangannya, David mengatakan, TTL sejak 2020 hingga 2023 terus membaik meski arus logistik di Indonesia sedang tidak menentu. TTL pun berani mamasang target tinggi di tahun 2024 sebanyak 879.978 TEU’s pelayanan arus petikemas. Salah satu upayanya adalah optimalisasi Aset serta kualitas SDM melalui penambahan RTGC (Rubber Tyred Gantri Crane).
Untuk mencapai target, pihaknya akan memperbaiki kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan inovatif. Kemudian kontainerisasi cargo SBM PT Charoen melalui pola single port atau bongkar seluruh muatan import SBM sebanyak 100.000 ton per tahun dari Surabaya. “Tren produksi muatan PT TTL baik itu arus petikemas maupun arus curah kering terus naik sejak Covid sampai 2023 walaupun logistik sedang turun drastis,” ujar David.
Untuk mendukung pencapaian target tersebut, TTL juga melakukan optimalisasi aset yang ada. Serta kolaborasi eksternal dan internal termasuk dengan 16 kementerian/lembaga untuk mencapai target bahkan melebihi target.
David bersama seluruh BOD (board of director) akan mendukung langkah-langkah optimalisasi dan kolaborasi. Misalnya melalui SDM berkompeten yang lebih kuat dengan perubahan-perubahan yang terjadi tiap bulan atau bahkan tiap Minggu.
“Customer selalu menginginkan pelayanan yang terbaik, misalnya kita berikan pelayanan boarding on arrival. Kemudian dwelling time masih di bawah tiga hari, kemudian kapal sandar di bawah 24 jam atau rata-rata hanya 17 jam saja,” urai David.
Ia pun berkeinginan menjadikan Terminal Teluk Lamong sebagai hub bongkar muat untuk wilayah Indonesia Timur. Karena selama ini wilayah timur masih banyak yang ke Tanjung Priok.
“Padahal ujung-ujungnya total cost efisiensi masih lebih nurah dan lebih safety di Tanjung Perak atau Terminal Teluk Lamong,” sebutnya.
Sedangkan untuk langkah optimal di tahun 2024, PT TTL akan berkolaborasi dengan grup Pelindo di seluruh Indonesia. Dimana aset-aset grup Pelindo yang utilitasnya masih rendah bisa dipindahkan ke Teluk Lamong. Dengan tujuan terjadi unlock capacity peralatan sehingga kapasitas TTL bisa meningkat 2 kali lipat.
“Misalnya Rubber Tyred Gantri Crane (RTGC) yang ada di Tanjung priolk, rencana ada 2 unit tahun depan dipindahkan kesini untuk unlock capacity mempercepat bongkar muat di Teluk Lamong,” pungkas David. (gus)