Wahyu Suparyono Menakhodai Perum Bulog
(Foto: Aktivitas di pelabuhan non-petikemas/Ist)
Surabaya – Menteri BUMN Erick Thohir resmi melantik Wahyu Suparyono sebagai Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog menggantikan posisi Bayu Krisnamurthi yang menempati jabatan Dirut Bulog sejak Desember 2023 hingga September 2024.
Wahyu Suparyono akan memulai masa jabatannya di Perum Bulog bersama Wakil Direktur Utama Marga Taufiq dan Sudarsono Hardjosoekarto sebagai Direktur Human Capital. Pergantian Direksi Perum Bulog ini tertuang dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor : SK-73/DHK.MBU.A/09/2024.
Sebelumnya Wahyu Suparyono menjabat Dirut PT Asabri (Persero), sedangkan Marga Taufiq adalah Staf Khusus Yayasan Pengembangan Potensi Sumber Daya Pertahanan (YPPSDP) Kementerian Pertahanan Republik Indonesia dan Sudarsono Hardjosekarto sebelumnya menjabat Direktur Jendral Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri.
Wahyu Suparyono yang kelahiran Magelang, Jawa Tengah, ini merupakan lulusan Sarjana Akuntansi Sekolah Tinggi Akuntansi Negara tahun 1990, kemudian melanjutkan Master Manajemen di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi IPWI Tahun 1997, serta menempuh pendidikan Doktor Ilmu Manajemen di Universitas Brawijaya pada tahun 2014.
Pria yang pernah menjabat Direktur Keuangan PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) –sebelum merger Pelindo I,II,III dan IV– ini tidak asing dengan sektor pangan dan perdagangan. Dia pernah menjabat sebagai Direktur Utama PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) pada 16 Juni 2014 hingga 7 Juni 2015.
(Foto: Wahyu Suparyono/Laman ASABRI)
Dia juga sempat menjabat sebagai Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog terhitung sejak 8 Juni 2015 sampai 31 Juli 2016. Wahyu Suparyono juga pernah menduduki posisi sebagai Komisaris Utama PT Jasa Prima Logistik (JPL) Bulog pada 8 Desember 2015 – 6 Juni 2018.
Sementara itu, mulai 1 Agustus 2016 hingga 27 November 2017, Wahyu Suparyono menjabat sebagai Direktur SDM dan Umum Perum Bulog dan pada 14 Desember 2017 hingga 17 Juli 2020 menduduki jabatan sebagai Direktur Utama PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari (Persero).
Tantangan
Sejumlah tantangan yang dihadapi Direksi baru Perum Bulog di antaranya adalah terkait dengan serapan beras lokal dan percepatan impor beras guna mengantisipasi defisit produksi beras di dalam negeri.
Bayu Krisnamurthi yang saat itu menjabat Dirut Perum Bulog dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR RI beberapa waktu lalu pernah menyampaikan bahwa terdapat dua tantangan signifikan Perum Bulog dalam upaya penyerapan beras produksi lokal, yaitu tingginya harga pasar dan rendahnya kualitas beras yang ditawarkan petani.
Bayu Krisnamurthi mengatakan bahwa pembelian beras oleh Bulog dibatasi oleh Harga Pembelian Pemerintah (HPP). HPP beras saat ini ditetapkan sebesar Rp11.000 per kilogram untuk beras dengan tingkat beras pecah atau broken maksimal 20 persen.
Namun, harga beras di tingkat penggilingan saat ini sudah mencapai Rp12.100 per kilogram, sehingga tidak bisa dibeli Bulog.
Pembelian beras lokal secara besar-besaran oleh Bulog dapat meningkatkan tekanan inflasi, karena beras saat ini menjadi komoditas dengan kontribusi inflasi terbesar.
Selain masalah harga, kualitas beras juga menjadi kendala. Banyak beras yang dihasilkan petani memiliki kadar air yang tinggi, sehingga tidak memenuhi standar yang ditetapkan.
Sesuai amanat Komisi IV DPR RI, Bulog dilarang menyalurkan beras dengan kualitas rendah. Kadar air yang tinggi merupakan salah satu faktor penentu kualitas beras.
Terdapat beberapa persyaratan untuk menentukan kualitas beras yang diakui Bulog terdiri atas kadar air maksimum 14 persen, butir patah atau broken maksimum 20 persen dan butir menir maksimum 2 persen.
Kadar air merupakan parameter kritis dalam mutu bahan pangan. Keberadaan air sangat mempengaruhi sifat fisik bahan pangan seperti penampilan, tekstur, dan cita rasa. Selain itu, kadar air juga menjadi faktor utama dalam proses pembusukan.
(Foto: Beras Bulog/Ist)
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menyebut realisasi pengadaan beras, baik dalam negeri maupun luar negeri, hingga 2 September sudah mencapai 3,56 juta ton.
Rinciannya, realisasi pengadaan beras dalam negeri mencapai 1,01 juta ton, yang terdiri dari cadangan beras pemerintah (CBP) sebanyak 625.536 ton dan komersial 391.714 ton. Sedangkan realisasi pengadaan beras dari luar negeri mencapai 2,54 juta ton.
Bayu waktu itu memperkirakan Bulog bisa menyerap tambahan 200.000 ton produksi beras dalam negeri hingga akhir tahun ini.
Percepat Impor
Bayu Krisnamurthi mengatakan, Perum Bulog berharap perintah penugasan impor beras untuk 2025 dapat keluar lebih cepat untuk mengantisipasi defisit produksi-konsumsi beras nasional pada tahun depan.
Saat ini, kata dia, cadangan beras pemerintah (CBP) mencapai 1,35 juta ton dan akan bertambah 900.000 ton lagi pada akhir tahun ini dari impor, sehingga total CBP hingga akhir tahun diperkirakan akan mencapai 2,45 juta ton.
Stok tersebut sebagian besar akan digunakan untuk bantuan pangan pada Oktober dan Desember sebanyak 450.000 ton, serta beras stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) sebanyak 500.000 ton, sehingga stok beras yang tersisa hingga akhir tahun diperkirakan mencapai 1,5 juta ton.
“Stok CBP sebanyak 1,5 juta ini kalau dilihat angkanya lumayan aman, tetapi kita menghadapi Januari-Februari 2025 yang paceklik atau belum panen dengan defisit konsumsi-produksi nasional diperkirakan 3 juta ton,” ujar Bayu Krisnamurthi.
Angka tersebut dinilai tidak akan cukup memenuhi kebutuhan selama beberapa bulan ke depan, terutama Januari-Februari 2025 yang merupakan masa paceklik produksi beras. Pergeseran musim hujan menyebabkan musim tanam mundur dari September ke Oktober, sehingga masa panen baru bisa dimulai pada Januari 2025.
Beras hasil panen diperkirakan baru bisa memasuki pasar pada Maret 2025 karena harus melalui proses pengeringan terlebih dahulu. Akibatnya, diperkirakan akan terjadi defisit beras sebanyak 3 juta ton pada Januari dan Februari 2025.
Untuk mengantisipasi defisit 3 juta ton pada Januari–Februari 2025, Perum Bulog sebagai operator sangat berharap perintah menambah stok itu diberikan lebih awal.
Perintah impor beras juga disebut perlu lebih cepat untuk memastikan stabilisasi stok dan harga beras menjelang Ramadhan, ketika permintaan terhadap beras bakal meningkat.
Bulog mendapatkan persetujuan pemerintah untuk mengimpor 3,6 juta ton beras pada tahun ini. Dari jumlah itu, realisasinya hingga Juli 2024 sudah mencapai 2,4 juta ton, sehingga masih ada 1,2 juta ton kuota beras impor yang belum terealisasi.
Bayu mengatakan impor beras sebanyak 1,2 juta ton itu diharapkan dapat terealisasi sepenuhnya dan tiba sebelum Desember 2024. Bulog mencatat rata-rata konsumsi beras nasional mencapai 2,5 juta ton per bulan atau sekitar 30 juta ton per tahun. (*)